Peningkatan Pendapatan Negara Bisa Lewat Pajak

Memperkuat peningkatan komposisi pendapatan negara menjadi hal yang krusial dan menjadi keharusan untuk peningkatan fundamental ekonomi saat ini. Tetapi, upaya itu tidak bisa terus-terus dilakukan dengan menambah utang negara, upaya lain yang harus terus digenjot bisa dengan pendapatan dari pajak.

Ekonom Prianto Aji mengatakan, penguatan pendapatan negara dapat dilakukan dengan meningkatkan rasio pajak. Tetapi, pemerintah perlu melakukan koreksi atas besaran pajak yang selama ini berlaku. "Masih ada ruang bagi negara berkembang untuk menambah pendapatan pajak, salah satunya adalah dengan mengoreksi pajak," katanya di Jakarta, Selasa (1/4).

Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah perlu menerapkan pajak progresif untuk penghasilan golongan menengah ke atas. Pajak progresif merupakan tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik. Karena sebagian besar kelompok menengah atas memiliki sejumlah investasi yang tidak terkena pajak. "Pajak properti dan saham sebenarnya cukup mendorong pemerataan. Ini sangat progresif," ungkap dia.

Tidak hanya itu, Prianto menyarankan pemerintah untuk melakukan perbaikan pada sistem penerimaan pajak. Menurut dia, hal ini diwujudkan dengan membuat sistem yang efektif dan efisien. "Sistem perpajakan yang lebih baik dan efektif, bisa memperbesar pendapatan negara," tegasnya.

Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Rachmany mengatakan belum optimalnya penerimaan pajak di Indonesia disebabkan oleh 3 hambatan.

Ketiga hambatan itu adalah pertama, tingkat kepatuhan wajib pajak badan maupun pribadi dalam membayar pajak masih sangat rendah; kedua, penerimaan pajak masih didominasi sektor formal dan besar dan; ketiga, kapasitas kelembagaan masih terbatas.

Dia menjelaskan hambatan pertama adalah tingkat kepatuhan wajib pajak badan maupun pribadi dalam membayar pajak di Indonesia masih sangat rendah. Menurutnya dari total 240 juta penduduk Indonesia, 110 juta adalah jumlah penduduk Indonesia yang aktif bekerja dari 110 juta, pekerja yang dimasukan kategori wajib pajak berjumlah 60 juta karena pendapatannya dikenakan pajak.

Fuad mengatakan dari 60 juta pekerja baru 25 juta yang sudah bayar pajak penghasilan sedangkan 35 juta masih bebas berkeliaran dan belum membayar pajak, begitu juga dengan wajib pajak badan. Menurut dia dari total 5 juta badan usaha yang ada di Indonesia baru 250 ribu badan usaha yang bayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak.

Menurutnya penegakan hukum pajak di Indonesia memang belum sekuat penegakan hukum pajak di negara barat seperti Jerman karena Indonesia masih menggunakan pendekatan yang lebih soft. Ke depan Indonesia harus mempunyai law enforcement yang kuat seperti yang telah dilakukan Jerman dan negara negara maju lainnya. "Wajib pajak yang datang dengan sukarela ke kantor pajak dan membayar pajak sangat sedikit, kebanyakan yang ada adalah diberikan penyuluhan dulu baru bayar pajak," katanya.

Fuad mengatakan hambatan kedua yang menyebabkan penerimaan pajak belum optimal adalah penerimaan pajak masih didominasi sektor formal dan besar, dari fakta yang ada Ditjen Pajak memang fokus mengejar penerimaan dari sektor formal dan besar seperti sektor pertambangan dan ekspor karena potensi pajak dari sektor tersebut memang cukup besar namun resikonya adalah kedua sektor tersebut sangat rentan terhadap kondisi perekonomian global.

Fuad mengatakan hambatan ketiga adalah kapasitas kelembagaan Ditjen pajak masih sangat terbatas khususnya masalah pegawai pajak yang minim. Menurut Fuad jumlah pegawai pajak pada 2009 berjumlah 32 ribu, pada 2013 jumlah tersebut berkurang karena sudah ada pegawai yang pensiun sehingga total pegawai pajak adalah 30 ribu.

 Sumber :
Category: 0 komentar

0 komentar:

Post a Comment