Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah


Universitas Gunadarma

Perekonomian Indonesia


Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah


Kelompok : Achmad Ariffi                    (20213079)
                     Dimas Raka Prayudha     (22213509)
                     Hariz Sumartoyo              (23213938)
                     Mochamad Rizki               (25213547)
                     Restu Dimar Prayogi        (27213440)
                     Yudo Trilaksono                (29213550)


Kelas         : 1EB04




Pembangunan Ekonomi Daerah & Otonomi Daerah

Pembangunan Ekonomi Regional
Ekonomi regional adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang menjelaskan tentang perbedaan antra potensi satu wilayah dengan wilayah lain. llmu ekonomi regional bermanfaat untuk membantu perencana wilayah menghemat waktu dan biaya dalam memilih lokasi.

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidak merataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidak merataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan;
1. pertumbuhan output; 
2. pertumbuhan output per pekerja, dan, 
3. pertumbuhan output perkapita. 

Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan.

Manfaat Ilmu Ekonomi Regional :
  • Manfaat Makro berkaitan dengan bagaimana pemerintah pusat dapat menggunakannya untuk mempercepat laju pertumbuhan keseluruhan wilayah. Contoh ditinjau dari sudut pemerintah pusat masing-masing wilayah memiliki potensi yang berbeda. Dari sudut potensi, masing-masing wilayah memiliki keunggulan komparatif yang berbeda dan bias dimanfaatkan untuk menetapkan skala prioritas yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Dari sudut tingkat pendapatan, masing-masing wilayah memiliki tingkat pendapatan yang berbeda. Wilayah dengan tingkat pendapatan rendah memiliki MPC (Marginal Propensity to Consume) yang tinggi. Hal ini dapat digunakan untuk meningkatkan efek pengganda (Multiplier Effec) dari pengeluaran pemerintah pusat.

  • Manfaat Mikro, yaitu bagaimana IER dapat membantu perencana wilayah menghemat waktu dan biaya dalam proses menentukan lokasi suatu kegiatan atau proyek. Contoh IER membantu perencana wilayah dalam menentukan di bagian mana suatu kegiatan proyek itu sebaiknya dibangun, tetapi tidak sampai menunjuk lokasi konkrit proyek tersebut (yang dilihat yaitu di wilayah mana yang memiliki keunggulan komparatif).
Apa tujuan ilmu regional  
  1. Full employement
  2. Pertumbuhan ekonomi
  3. Stabilitas harga

Jawab : Ferguson (1965), mengatakan bahwa tujuan utama kebijakan ekonomi adalah : 

1. Full Employment, setidak-tidaknya dengan tingkat pengangguran rendah menjadi tujuan pokok pemerintahan pusat maupun daerah. Atau setidak-tidaknya tingkat pengangguran yang rendahmenjadi tujuan pokok pemerintahan pusat maupun daerah. Dalam kehidupan bermasyarakat,pekerjaan bukan saja berfungsi sebagai sumber pendapatan, tetapi sekaligus jugamemberikan harga diri/status bagi yang bekerja.

2. Economic Growth, akan menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, juga diharapkan dapat memperbaiki kehidupan manusia atau peningkatan pendapatan. karena selain menyediakan lapangankerja bagi angkatan kerja baru, juga diharapkan dapat memperbaiki kehidupan manusia ataupeningkatan pendapatan. Tanpa perubahan, manusia merasa jenuh atau bahkan merasa tertinggal.

3. Price Stability, untuk menciptakan rasa aman dalam masyarakat. untuk menciptakan rasa aman/tentram dalampersaan masyarakat. Harga yang tidak stabil membuat masyarakat merasa waswas,misalnya apakah harta atau simpanan yang diperoleh dengan kerja keras, nilainya riil atau bermanfaat dikemudian hari.


Faktor – Faktor Penyebab Ketimpangan
A.  Konsentrasi Kegiatan ekonomi 

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

Sebenarnya ada 2 masalah utama dalam pembanguna ekonomi nasional selama ini. Yang pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa. Yang kedua adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak dinikmati di Jawa. 

Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan semakin miskin saja, karena: 
  1. Daerah akan kekurangan L yang terampil, K serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan sendiri. 
  2. Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan sektor non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.  
  3. Tingkat pendapatan masyarakat di daerah semakin rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan investasi di daerah semakin kecil. 
Ketimpangan dalam distribusi kegiatan ekonomi antarwilayah Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya pembagian kegiatan industri manifaktur antar provinsi. Daerah Jawa didominasi oleh sektor-sektor yang memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan di luar Jawa didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti pertanian. Karena kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena pasar lokal yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.  

B.  Alokasi Investasi 

Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur. 

Terpusatnya I di wilayah Jawa, disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar Jawa. Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber daya alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sumber daya alam secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. 

C.  Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah 

Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas). 

Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah. Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau dan dikontrol agar tetap teratur.

D.   Perbedaan SDA antar Provinsi 

Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).Penguasaan T dan peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih penting daripada SDA. Memang SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi akan percuma jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan SDM. 

Program desentralisasi dan otonomi daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik. Keragaman kemampuan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan penerapan bertahap menurut kemampuan daerah.

Dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu,  proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan, pada tingkat daerah,  khususnya daerah Tingkat II. Hal ini merupakan kerja nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.

Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil, koperasi, pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.

E.  Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi 

Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang diseminasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda. Contoh kasusnya, kita tengok ke daerah Tegal. Penduduk Kota Tegal pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa (50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun, sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86 %). 

Ternyata kepadatan penduduk rata – rata di Kota Tegal pada tahun 2007 sebesar 6.193 jiwa/Km² dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kelurahan Kejambon sebesar 13.723 jiwa/Km² dan kepadatan terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 750 jiwa/Km².

Jumlah penduduk usia kerja di Kota Tegal tahun 2007 tercatat berjumlah 204.517 dengan jumlah angkatan kerja sebesar 168.575 jiwa atau 82,43 % yang terdiri dari 87.537 jiwa laki-laki dan 81.038 jiwa perempuan. Dari jumlah tersebut 112.660 sudah bekerja dan 55.915 tidak bekerja.
Mata pencaharian penduduk Kota Tegal menurut jenis mata pencahariannya adalah petani sendiri 3.739 orang, buruh tani 6.457 orang, nelayan 12.013 orang, pengusaha 2.303 orang, buruh industri 20.310 orang, buruh bangunan 18.704 orang, pedagang 21.887 orang, pengangkutan 6.687 orang, PNS/ABRI 9.223 orang, pensiunan 4.473 orang dan lain-lain 11.930 orang.

Sektor pendidikan merupakan salah satu prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota Tegal, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan sektor ini diarahkan kepada penyediaan sarana dan prasarana serta memberikan kemudahan akses pendidikan kepada masyarakat.

Kebijakan-kebijakan strategis yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tegal secara bertahap sejak tahun 2000 sampai dengan saat ini untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan formal antara lain yaitu pembangunan sarana dan prasarana fisik, pemberian bea siswa, pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat sekolah dasar dan lanjutan tingkat I, penyediaan buku pelajaran serta peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui pelatihan dan penyetaraan kualifikasi pendidikan guru. Pada tahun 2007 tamatan pendidikan untuk SD sebanyak 4.214 jiwa, SLTP 3.780 jiwa, dan SLTA 3.435 jiwa.

F.  Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi 

Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan barang dan jasa akan berdampak juga pada permnitaan pasar    terhadap kegiatan eonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya memperoleh barang modal seperti mesin, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi lumpuh, selanjutnya dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.


Teori & Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah

A. Teori Basis Ekonomi

Teori ini berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan. Proses pengembangan kawasan adalah merespon permintaan luar negeri atau dalam negeri atau di luar nodalitas serta multiplier effect ( Geltner, 2005).

Teori ini hanya mampu memprediksi jangka pendek dan tidak mampu merespon perubahan jangka panjang. Hanya menekankan perlunya mengembangkan sektor industri non basis, tidak mengenal bahwa ekonomi regional adalah mengintegrasikan seluruh aktivitas ekonomi yang saling mendukung. Penerapan pengembangan industri ini berorientasi ekspor dan subtitusi impor, promosi dan pengerahan industri, peningkatan efisiensi ekonomi ekspor melalui perbaikan infrastruktur Oleh karena itu, dibutuhkan  integrasi antara jenis industri, prasarana, dan perluasan industri. Dapat disusun hipotesa selain lokasi juga peranan sektoral serta LQ ( Location Qoutient) sektor konstruksi perumahan realestat dalam satu kawasan.

B. Teori Lokasi

Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten. Lokasi dalam ruang dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Lokasi absolut, adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut koordinat garis lintang dan garis bujur (letak astronomis). Lokasi absolut suatu tempat dapat diamati pada peta (kelihatan).

2. Lokasi relatif. adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap kondisi wilayah-wilayah lain yang ada di sekitarnya.

Dari sekian banyak teori lokasi, pada prinsipnya sama, yaitu membicarakan bagaimana menentukan lokasi industri. Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya yang berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Prinsip teori Weber adalah: “Penentuan lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya paling murah atau minimal (least cost location) “.

Asumsi Weber yang bersifat prakondisi adalah sebagai berikut:

1)  Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk yang dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya. 

2)  Ketersediaan sunber daya bahan mentah. Invetarisasi sumber daya bahan mentah sangat diperlukan dalam industri.

3)  Persaingan antar kegiatan industri.

4) Upah tenaga kerja. Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk membayar para tenaga kerja.

5) Biaya pengangkutan (ongkos angkut) bahan baku ke lokasi pabrik yang ditentukan oleh bobot bahan baku dan lokasi bahan baku.

6)  Manusia berpikir rasional.
Weber menyusun model yang dikenal dengan sebutan segitiga lokasional (locational triangle). Menurut Weber, untuk menentukan lokasi industri terdapat tiga faktor penentu, yaitu: 
  • Material 
  • Konsumsi. 
  • Tenaga Kerja.

Biaya transportasi menurut Weber tergantung dari dua hal pokok yaitu bobot barang dan jarak yang harus ditempuh untuk mengangkutnya. Selain teori dari Weber, dalam pembahasan ini juga akan dibahas teori tempat pusat (Central Place Theory) dari Walter Christaller (1933). Christaller pertama kali mempublikasikan studinya yang berkaitan dengan masalah tentang bagaimana menentukan jumlah, ukuran dan pola penyebaran kota-kota. Asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Christaller adalah sebagai berikut: 
  • Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang seragam. 
  • Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata. 
  • Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transpor dan komunikasi yang merata. 
  • Jumlah penduduk yang ada membutuhkan barang dan jasa.
Prinsip yang dikemukakan oleh Christaller adalah: 
  • Range adalah jarak jangkauan antara penduduk dan tempat aktivitas pasar yang menjual kebutuhan komoditi atau barang. Jika jarak ke pasar lebih jauh dari kemampuan jangkauan penduduk yang bersangkutan, maka penduduk cenderung akan mencari barang dan jasa ke pasar lain yang lebih dekat.   
  • Threshold adalah  jumlah minimum penduduk atau konsumen yang dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan pemasokan barang atau jasa yang bersangkutan, yang diperlukan dalam penyebaran penduduk atau konsumen dalam ruang (spatial population distribution).
Dari komponen range dan threshold maka lahir prinsip optimalisasi pasar (market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah  pusat (central place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi penduduk sekitarnya.

Jika sebuah pusat dalam range dan threshold yang membentuk lingkaran, bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif sama untuk pergi kedua pusat pasar itu.

C.  Teori Daya Tarik Industri 

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industri melalui pemberian subsidi dan insentif.

Faktor-faktor daya tarik industri adalah: 

1.    NT (Nilai Tunai) tinggi per pekerja.
Ini berarti industri tersebut memiliki sumbangan yang penting, tak hanya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat tapi juga pada pembentukan PDRB.

2.    Industri-industri ikatan.
Ini berarti perkembangan industri-industri tersebut akak menigkatkan total NT daerah, atau mengurangi ‘kebocoran ekonomi’ dan ketergantungan impor.

3.    Daya saing di masa depan.
Hal ini sangat menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan, agar ke depannya pasar memiliki kekuatan untuk bersaing. Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya perencanaan agar setiap pejabat pemerinah daerah mengerti peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-pengusaha daerah menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada lingkup daerah, nasional maupun internasional. 

4.    Spesialisasi industri.
Suatu daerah sebaiknya berspesialisasi di mana daerah tersebut unggul (teori klasik perdagangan internasional), dan dengan demikian daerah tersebut akan menikmati keuntungan dari perdagangan.

Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1.    Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan
kompetitifnya/kompetensi intinya.
2.    Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan
berkesinambungan.
3.    Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat pusat pertumbuhan ekonomi daerah.

Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).





DAFTAR PUSTAKA





Category: 0 komentar

0 komentar:

Post a Comment